Rabu, 22 Mei 2013

TAFSIR BI AL-MA’TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA’YI

TAFSIR BI AL-MA’TSUR DAN TAFSIR BI AL-RA’YI


A.    Tafsir bi al-Ma’tsur
Sebelum menjelaskan mengenai tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi, maka alangkah baiknya kita menjelaskan pengertian tafsir terlebih dahulu. Tafsir menurut istilah ulama adalah ilmu yang dengannya kita dapat memahami Al-Qur’an dan penjelasan makna-makna Al-Qur’an, membuka, menguak hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur’an serta menghilangkan sesuatu yang kurang jelas dalam Al-Qur’an.
Sedangkan menurut Ali Hasan al-‘Aridl menjelaskan bahwa tafsir  ialah ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafadz-lafadz al-Qur’an, makna-makna yang ditunjukkannya dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau tersusun serta makna-makna yang dimungkinkan ketika dalam keadaan tersusun.
Menurut al-Zarkasyi, istilah tafsir bi al-ma’tsur merupakan gabungan dari tiga kata; itafsir, bi dan al-ma’tsur. Secara leksikal tafsir berarti mengungkap atau menyingkap. Kata bi berarti ‘dengan’ sedangkan al-ma’tsur berarti ungkapan yang dinukil oleh khalaf dari salah. Dengan demikian secara etimologis tafsir bi al-ma’tsur berarti menyingkap isi kandungan al-Qur’an dengan penjelasan yang dinukil oleh khalaf dari salaf.
Secara etimologis tafsir bi al-ma’tsur berarti menyingkap isi kandungan Al-Qur’an dengan penjelasan Al-Qur’an yang dinukilkan oleh khalaf dari salaf. Sedangkan secara terminologis pengertian tafsir bi al-ma’tsur yaitu ialah tafsir yang berpegang kepada riwayat yang Shahih, yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan al -Qur’an, atau dengan sunnah karena ia berfungsi menjelaskan kitabullah, atau dengan perkataan para Sahabat  karena merekalah yang paling mengetahui kitabullah atau dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar tabi’yn karena pada umumnya mereka menerima dari para Sahabat”.
Definisi seperti ini, menurut catatan al-Suyuthi berasal dari Ibnu Taimiyah, dan dipopulerkan oleh al-Zarqani yang nota bene termasuk ulama’ kontemporer. Al-Zarqani adalah orang yang pertama menyebutkan bahwa tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau hadits atau pendapat shahabat atau tabi’in. Sedangkan sebelum al-Zarqani, yang dimaksud tafsir bi al-ma’tsur adalah kompilasi penafsiran nabi, sahabat dan tabi’in.
1.      Macam dan Bentuk Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir bi al-Ma’tsur merupakan penafsiran dengan menggunakan riwayat sebagai sumber pokoknya. Karena itu, tafsir ini dinamakan juga dengan tafsir bi al-riwayah (tafsir dengan riwayat) atau tafsir bi al-manqal (tafsir dengan menggunakan pengutipan riwayat). Penafsiran corak ini dapat dibagi menjadi empat macam dan bentuknya yaitu:
a.       Penafsiran ayat al-Qur’an dengan ayat yang lain.
Ayat-ayat al-Qur’an, menurut para ahli tafsir, saling menafsirkan antara sesamanya. Penafsiran satu ayat dengan ayat lainnya juga bermacam-macam, yaitu :
Pertama, ayat atau ayat-ayat lain menyebarkan apa yang diungkapkan pada ayat tertentu. Misalnya, kata-kata al-Muttaqin (orang-orang yang bertaqwa) dalam ayat 2 surat al-Baqarah, dijabarkan ayat-ayat sesudahnya (ayat-ayat 3, 4, 5) yang menyatakan :
tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sムÍ=øtóø9$$Î/ tbqãKÉ)ãƒur no4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur tbqãZÏB÷sム!$oÿÏ3 tAÌRé& y7øs9Î) !$tBur tAÌRé& `ÏB y7Î=ö7s% ÍotÅzFy$$Î/ur ö/ãf tbqãZÏ%qムÇÍÈ y7Í´¯»s9'ré& 4n?tã Wèd `ÏiB öNÎgÎn/§ ( y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÎÈ
Artinya : “Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka orang-orang yang beruntung”. (Q.S. al- Baqarah : 3,4,5).

Kedua, ada informasi tertentu, misalnya tentang kisah Nabi Musa pada surah tertentu diungkapkan secara singkat, sementara pada surah lain secara panjang lebar. Dalam hal ini ayat-ayat yang panjang lebar menafsirkan ayat-ayat yang mengandung informasi yang lebih singkat.
Ketiga, ayat-ayat yang mujmal ditafsirkan oleh ayat-ayat yang mubayyan, ayat-ayat yang muthlaq ditafsirkan oleh ayat-ayat yang khas. Ringkasnya, ayat-ayat yang mengandung pengertian umum dan global ditafsirkan oleh ayat-ayat yang mengandung pengertian khusus dan rinci.
Keempat, informasi yang terkandung dalam satu ayat kadang-kadang terlihat berbeda dengan informasi yang terdapat pada ayat-ayat lain. Penafsiran ayat-ayat itu dilakukan dengan mengkompromikan pengertian-pengertian tersebut.






b.      Penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadits Nabi Saw. Firman Allah dalam soal ‘amar ma’ruf  nahi munkar :
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya : Dan hendaklah kamu suatu golongan yang menyeru kepada kebaikan dan menyuruh ma’ruf mencegah kemunkaran dan itulah mereka yang mendapat kemenangan (QS. Ali Imran: 104).

Sabda Nabi dalam soal tersebut yang artinya : “Hendaklah kamu menyuruh ma’ruf dan hendaklah kamu mencegah kemunkaran dan biarlah Tuhan mengeraskan atas kamu orang-orang yang jahat dari kamu, lalu berdoalah kamu orang-orang yang baik dari kamu tetapi tidak diperkenankan doanya”.
c.       Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat para Sahabat.
Ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 158 yang berbunyi sebagai berikut:
 ¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB ̍ͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |MøŠt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# Ÿxsù yy$oYã_ Ïmøn=tã br& š§q©Ütƒ $yJÎgÎ/ 4 `tBur tí§qsÜs? #ZŽöyz ¨bÎ*sù ©!$# íÏ.$x© íOŠÎ=tã ÇÊÎÑÈ
Artinya : Sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah di antara syiar-syiar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji ke BaitullAh dan berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i antara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebaikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri Kebaikan lagi Maha Mengetahui.  (Q.S. al- Baqarah : 158)
Mengenai ayat ini seorang kemenakan `Aisyah menanyakan kepadanya, maka `Aisyah ra. menjelaskan bahwa peniadaan dosa di sini dimaksudkan untuk penolakan terhadap keyakinan kaum muslimin bahwa sa’i di antara Shafa dan Marwa termasuk perbuatan jahiliyah. Sebagaimana hadis yang berbunyi yang artimya “Mulailah dengan apa yang dimulai oleh Allah yakni Shafa.” (H.R.Muslim)






d.      Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat Tabi’in.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 26 sebagai berikut :
¨bÎ) ©!$# Ÿw ÿ¾ÄÓ÷ÕtGó¡tƒ br& z>ÎŽôØo WxsVtB $¨B Zp|Êqãèt/ $yJsù $ygs%öqsù 4 $¨Br'sù šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä tbqßJn=÷èuŠsù çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB öNÎgÎn/§ ( $¨Br&ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 šcqä9qà)usù !#sŒ$tB yŠ#ur& ª!$# #x»ygÎ/ WxsVtB ¢ @ÅÒム¾ÏmÎ/ #ZŽÏVŸ2 Ïôgtƒur ¾ÏmÎ/ #ZŽÏWx. 4 $tBur @ÅÒムÿ¾ÏmÎ/ žwÎ) tûüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇËÏÈ

Artinya: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. (Q.S al- Baqarah : 26).

Menurut Hasan ‘Ibn Yahya, mengapa Allah menyebut nyamuk atau yang sebangsanya yaitu lalat dan laba-laba, kemudian orang musyrik berkata, mengapa Allah Swt menyebut sebangsa lalat dan laba-laba, menurut ‘Ibn `Abbas ini adalah merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah Swt.
Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapatnya para Tabi’in setelah generasi para Sahabat, mereka adalah orang yang mengetahui kandungan al-Qur’an karena generasi Tabi’in bergaul dengan para Sahabat, pendapat mereka dipandang sangat membantu generasi selanjutnya dalam memahami al-Qur’an. Perkembangan metode penafsiran ini dapat dibagi dua periode, yaitu periode lisan, ketika penafsiran dari Nabi Saw dan para Sahabat disebarluaskan secara periwayatan, dan periode tulisan, ketika riwayat-riwayat yang sebelumnya tersebar secara lisan mulai dibukukan.

2.   Karya-karya Kitab Tafsir bi al-matsur
  1. Tafsir Ibn Abbas
  2. Tafsir Ibn ‘Uyainah
  3. Tafsir Ibn Abi Hatim
  4. Tafsir Abu Syaikh bin Hibban
  5. Tafsir Ibn ‘Atiyyah
  6. Tafsir Abu Laits as-Samarqandi
  7. Tafsir Abu Ishaq, al-Kasyfu wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an
  8. Tafsir Ibn Jarir at-Thabari, Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an
  9. Tafsir Ibn Abi Syaibah
  10. 10.  Tafsir al-Baghawi, Ma’alimu at-Tanzil
  11. 11.  Tafsir Abil Fida’ al-Hafidz Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-’Adzim
  12. 12.  Tafsir as-Sa’labi, al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an
  13. 13.  Tafsir Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Duru al-Mansur fi Tafsiri bi al-Ma’tsur
  14. 14.  Tafsir as-Syaukani, Fath al-Qadir

3.   Kelemahan Tafsir bi al-matsur
  1. Banyak ditemukan riwayat-riwayat yang disisipkan oleh orang-orang yahudi dan persi dengan tujuan merusak islam melalui informasi yang tidak dipertanggungjawabkan kebenarannya.
  2. Banyak ditemukan usaha-usaha penyusupan kepentingan yang dilakukan oleh aliran-aliran yang dianggap menyimpang seperti kaum Syi’ah.
  3. Tercampur aduknya riwayat-riwayat yang shahih dengan riwayat-riwayat hadits yang sanadnya lemah
  4. Banyak ditemukan riwayat Isra’iliyyat yang mengandung dongeng-dongeng yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

B.     Tafsir bi al-Ra’yi

1.      Pengertian Tafsir bi al-Ra’yi
Tafsir bi al-ra’yi berasal dari kata tafsir, bi dan al-ra’yi. Secara semantik al-ra’yi berarti keyakinan, pengaturan dan akal. Al-ra’yi juga identik dengan ijtihad. Berdasarkan pengertian semantik tersebut, para pakar ilmu tafsir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tafsir bi al-ra’yi adalah menyingkap isi kandungan al-Qur’an dengan ijtihad yang dilakukan oleh akal.
Menurut istilah tafsir bi al-ra’yi adalah penafsiran yang dilakukan dengan menetapkan rasio sebagai titik tolak. Corak ini dinamakan juga dengan al- Tafsir bi al-Ijtihadi, yaitu penafsiran yang menggunakan ijtihad. Karena penafsiran seperti ini didasarkan atas hasil pemikiran seorang mufassir.
Penerimaan mereka didasarkan atas ayat-ayat al-Qur’an sendiri, yang menurut mereka, memang menganjurkan manusia untuk memikirkan dan memahami kandungannya. Adapun ayat-ayat yang mendukung kebolehan tafsir corak ini, sebagaimana yang dikutip Shubhi al-Shalih, adalah sebagai berikut.
Ÿxsùr& tbr㍭/ytGtƒ šc#uäöà)ø9$# ôQr& 4n?tã A>qè=è% !$ygä9$xÿø%r& ÇËÍÈ
Artinya : “Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci”. (Q.S. Muhammad: 24).

ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿr㍭/£uÏj9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä t©.xtFuŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ

Artinya : “Ini adalah kitab yang kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah, agar mereka memperhatikan ayat-ayat dan orang-orang yang mempunyai pikiran dapat memperoleh pelajaran darinya”. (Q.S. as-Shad: 29).
Perlu dijelaskan, meskipun mufassir dalam hal ini menggunakan pemikiran, namun ia tidaklah bebas mutlak. Mufassir harus bertolak dari pemahamannya terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Akan tetapi pemahaman tersebut tidak cukup untuk menjamin penafsiran cara ini. Karena itu, dalam menggunakan corak tafsir ini diberlakukan syarat-syarat mufassir dan kaedah-kaedah penafsiran yang ketat, antara lain:
1.      Memiliki pengetahuan bahasa Arab dan segala seluk beluknya.
2.      Menguasai ilmu-ilmu al-Qur’an.
3.      Menguasai ilmu- ilmu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu al-Qur’an, seperti hadis, Ushul fiqh dan lain sebagainya.
4.      Beraqidah yang benar.
5.      Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam.
6.      Menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat yang ditafsirkan.

 

2.   Karya-karya Kitab Tafsir bir-ra’yi

  1. Tafsir Abdurrahman bin Kaisan al-Asam
  2. Tafsir Abu ‘Ali al-Juba’i
  3. Tafsir Abdul Jabbar
  4. Tafsir az-Zamakhsyari, al-Kasyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa “uyanil Aqawil fi Wujuhit Ta’wil
  5. Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib
  6. Tafsir an-Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta’wil
  7. Tafsir al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’ani Tanzil
  8. Tafsir Abu Hayyan, al-Bahrul Muhit
  9. Tafsir al-Baidlawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil
  10. Tafsir al-Jalalain, jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi.